Kamis, 20 Juni 2013

PPDB Vs Gaptek


Sudah hampir seminggu ini para orang tua murid disibukkan dengan kegiatan persiapan masuk ke jenjang sekolah lebih tinggi, entah itu dari SD masuk SMP, atau dari SMP masuk SMU. Wacana lama tetapi hal baru yang “lagi hangat-hangatnya” dibicarakan terutama dibahas oleh para ibu yang ternyata sebagian dari mereka benar-benar gaptek.
Hal ini dikarenakan proses pendaftaran  penerimaan peserta didik baru dilakukan secara online.
Bagi beberapa orang tua mungkin 'gak' masalah proses pendaftarannya seperti itu, tapi bagi sebagian orang tua lain yang kesehariannya sama sekali 'gak' pernah mengerti perangkat komputer bahkan memilikinya pun tidak, sementara anak mereka memiliki nilai UN tinggi, seperti kebakaran jenggot.
Secara teknis, panitia pelaksana menghimbau pihak guru dan sekolah membantu sepenuhnya proses pendaftaran siswa siswi mereka, tapi pada kenyataannya masih banyak orang tua yang kelabakan karena waktu pendaftaran yang hanya satu minggu, SKHUN yang sebagian siswa baru mendapatkannya pada hari rabu, ketidak mengertian para orang tua yang membawa dampak ‘Panik’ kepada orang tua lain yang senasib.
Tak ayal topik itu merebak dan menjadi pembicaraan ‘seru’ di kendaraan umum, di pasar, di halte bis, bahkan saat berpapasan dengan tetangga yang senasib sepenanggungan.
Mudah gak sih sebetulnya PPDB sistem online?
Mungkin untuk PPDB siswa SMP menuju SMU tidak perlu dikhawatirkan, karena akan sangat yakin anak-anak mereka tentunya mengerti teknologi, bisa mengoperasikan perangkat lunak, tapi untuk para orang tua yang anaknya masih di bangku sekolah dasar, kemudian mereka berada di kabupaten alias batas kota coret kalau dalam rambu lalu lintas, bagaimana pula dengan para orang tua yang berada di pelosok yang jauh dari kemajuan teknologi?.
Artinya meskipun proses pendaftaran seperti ini lebih praktis, tetapi masih banyak orang tua murid terutama yang memiliki keterbatasan kemampuan yang anaknya masih duduk di Sekolah Dasar, yang sama sekali tidak mengerti komputer tetapi malu untuk berdiskusi dengan pihak sekolah. Kurangnya sosialisasi tentang tatacara pelaksanaan PPDB, baik di media elektronik khususnya televisi, ataupun penyuluhan kepada orang tua murid yang di adakan di sekolah-sekolah jauh-jauh hari sebelum proses pendaftaran PPDB berlangsung, sementara itu orang tua juga seharusnya bersikap aktif ketika mereka menghadapi masalah yang tidak mereka mengerti, jangan sampai seperti kata pepatah “sudah jatuh tertimpa tangga”.. sakit.
Pada intinya, sebagian dari para orang tua murid belum siap menerima sistem online seperti sekarang ini, sebab ketika teori menjelaskan dengan mudah, kenyataan yang terjadi dilapangan lebih “riweuh” dari yang mereka bayangkan.
Semoga tahun depan, sistem penerimaan siswa baru bisa lebih baik lagi. Sebab mau dibawa kemana para orang tua murid jika mulai dari kurikulum yang selalu berubah-ubah, RSBI yang mengundang orang tua melalukan suap, sampai proses pendaftaran yang  berubah pula, kemudian rencana perubahan sistem ujian yang di ubah pula di tahun depan. (Yukawira)

Rabu, 19 Juni 2013

ANGKOTTER SEJATI

JALUR 7



YANG RIBET YANG MUMET

Siang itu udara panas menyengat saat aku beranjak keluar dari kamarku “hmm.. ga kerasa udah jam dua belas lagi” gumamku dalam hati sambil melirik kearah jam  yang sedari dulu setia nemplok di dinding, kemudian berlalu menuju kamar mandi. Hari ini seperti biasa jadwal mengunjungi anakku di pesantren.
Setelah mendapati badan segar ga pake lama aku pun mulai mengemasi barang-barang yang hendak dibawa, ga ketinggalan benda “special request” anakku yaitu netbooknya kumasukan juga kedalam tas. Tiba-tiba muncul sepupuku dari balik pintu kamar “naaaah.. kebetulan kamu datang, mau nitip motor kaann!” seru aku mendahului percakapan “iiihh kepedean.. orang aku mau pinjem charger HP kok” jawab sepupuku menyeringai “ yah yah yah… PLIIIIISSSS” sambil pasang wajah memelas mirip kucing dalam film SHREK “tar aku isiin deh full” sambil menyambar kunci yang baru saja dia keluarkan dari saku jaketnya, tanpa berlama-lama aku pun berlalu pergi.


Terik matahari mulai terasa memasuki pori-pori wajahku membuat kecantikanku sedikit luntur … (hoeeeekkk ccuuiiihhh.. ) pede abis, bukan karena kosmetik yang murah, tapi keringat yang mulai ga kompromi mengalir menyusuri kening menuju pelipis. Jalanan macet penuh sesak kendaraan, belum lagi angkot yang kalau brenti ga pake bilang-bilang, .. masa iya kalau mau brenti Oom supirnya bilang ..WOOII.. GUE MAU MINGGIR WOOII.. heuu engga’ bangeett.  Mendekati perempatan terlihat kendaraan saling merapatkan diri, lampu lalu lintas masih berwarna merah. Radius seratus meter, aku pun mulai berkonsentrasi mencari ruang kosong diantara sisi kiri kanan mobil agar bisa nyalip kanan nyalip kiri nyari celah biar bisa sampe digaris paling depan, Kejebak ditengah-tengah ? aah IDL.. ITU DERITA LO..
“TEEENN… TEEENNN…” suara klakson meramaikan suasana, satu persatu kendaraan pun melesat pergi seperti semut yang ketauan sarangnya, berhamburan.


Memasuki halaman pesantren, aku berusaha mencari tempat untuk memarkirkan sepeda motorku.  Dari beranda masjid terlihat anakku sudah setia menunggu “Mah… dibawa kan netbooknya?” tanya anakku ga sabar sambil mengambil tas yang disimpan dibagian depan sepeda motor, “ada didalam tas” jawabku “kakak potong rambut yaa?” aku balik bertanya sambil mengusap kepala anakku, kali aja ada kutu lewat.
“Iya Ma.. kemaren pas lagi belajar, sama ustadz dari belakang langsung di razia, soalnya udah agak panjang!” jawab anakku datar.
Dalam sekejap mata, aku dan anakku terhanyut dalam suasana. Tenang tapi ga bikin jenuh, seru bercerita, curhat, ngobrol tentang pelajaran, ga lupa jajan mie ayam langganan yang memang biasa mangkal di halaman pesantren.
Dua jam berlalu begitu cepat saatnya aku harus bergegas pulang.


Hari menjelang maghrib, jalanan semakin penuh dengan hilir mudik kendaraan yang berlomba untuk bisa lebih cepat pulang ke rumah.
Dari jauh lampu lalu lintas sudah mulai terlihat berwarna kuning tandanya.. akan berubah jadi warna merah dooong.. ga mungkin kan berubah jadi warna ungu atau pink, nampak beberapa kendaraan makin menambah kecepatan terutama sepeda motor yang merasa motornya GEDE dan beberapa angkot dengan alasan kejar setoran. Hmm..aneh-aneh aja di kita mah.
Satu persatu kendaraan berhenti menunggu lampu berganti, lirik kiri lirik kanan memperhatikan sekeliling sambil sesekali menatap angka yang tiap detik berkurang menandakan saatnya lampu berubah hijau. Tanpa ragu lagi seperti biasa, kendaraan berhamburan melesat pergi. Lampu-lampu nya menyala seperti kunang-kunang yang beterbangan di kegelapan. Saling salip saling susul sudah terbiasa, yang ga biasa sambil jalan sambil curhat dari motor yang satu ke motor yang lainnya, asli ga kebayang.
Satu jam perjalanan menyisakan lelah, “huuh.. enak kali yaa pulang, mandi aer anget” kataku dalam hati sambil memacu sepeda motor lebih cepat.

Satu hal yang aku syukuri dalam satu hari ini, aku masih diberi kesempatan bertemu anakku, bersyukur sebab hari ini ga perlu berlama-lama dalam angkot, bersyukur sebab aku cepat pulang, bersyukur sebab aku selamat sampe di rumah, dan bersyukur aku pulang masih kebagian nasi goreng :D