Jumat, 19 Oktober 2012

KELUARGA KURUS DAN KELUARGA GEMUK

MENYIKAPI PERBEDAAN

Sejak pagi hari sudah disibukan dengan setumpuk pekerjaan yang kadang tiada habisnya, pekerjaan yang melulu itu itu saja terkadang membuatnya jenuh dan frustasi. Ada sederet pertanyaan didalam hatinya 'mengapa begitu sulit hanya untuk mendapatkan setitik bahagia?' begitu ucap sikurus dalam hatinya.
Bahagia? bahagia seperti apa? ada banyak bentuk bahagia, ada banyak bentuk kesenangan yang sebenarnya bisa dirasakan bisa didapatkan, bahagia bagi sebagian orang selalu identik dengan limpahan materi. Bahagia bagi sebagian orang adalah bersenang-senang dengan seringnya bertamasya, seringnya berbelanja di Mall-Mall ternama, saat sikurus harus bekerja keras hanya demi mendapatkan sesuap nasi, bekerja keras untuk menggapai impian saat itulah dia berfikir bahwa dia tidak merasakan hidup bahagia, dan belum pernah merasakan hidup bahagia.

Duduk dikursi teras sambil menikmati udara pagi dan cerahnya sinar matahari yang menembus celah di dedaunan. Secangkir kopi panas berikut sarapan pagi yang selalu tersedia, duduk bersilang kaki asik membaca koran pagi sambil sesekali membolak-balik halaman, si Gemuk terlihat tanpa beban, santai dengan suasana paginya yang membuatnya betah berlama-lama hanya untuk duduk diteras. Si Gemuk amat sangat terlihat bahagia, betapa tidak kendaraan mewah terparkir digarasi selalu dalam keadaan bersih dengan sopir yang siap mengantar kemana saja dia pergi, Bahagia? benarkah si Gemuk bahagia?

Seperti apakah sebenarnya bentuk bahagia?.. terkadang banyak orang salah menafsirkan makna bahagia,   bahagia seperti yang diinginkan si Kurus, bahagia yang begitu dengan mudahnya mendapatkan segala keinginan. Benarkah?... 

Tidak setiap kalimat bahagia berarti harta yang berlimpah, orang miskin pun bisa mendapatkan kebahagiaan, orang serba pas-pasan pun bisa bahagia, sebab wujud bahagia itu unlimited, bahagia itu adalah soal hati, soal bagaimana cara kita menyikapi hidup, bagaimana cara kita menerima yang kurang menjadi lebih, mendapat yang minus menjadi plus, menerima dengan lapang dada apa yang kita dapatkan hari ini dan mensyukurinya, kemudian memperbaiki agar lebih baik dihari esok, serta semuanya dilakukan dengan ikhlas.

Pada dasarnya Allah telah menggariskan nasib rejeki dan maut untuk kita sebelum kita terlahir. Allah telah menentukan  nasib seseorang itu menjadi miskin atau kaya, tetapi Allah tidak pernah menentukan siapa yang berhak bahagia dan siapa yang tidak. 

Pernahkan merasa sangat bahagia ketika mengetahui anak kita meraih prestasi disekolahnya?, atau kita merasa bahagia ketika mendapatkan pujian dari teman saat mencicipi masakan yang kita buat?  atau bahkan mungkin merasakan bahagia saat mendengar akan memiliki anak? adalah salah satu bentuk bahagia yang mungkin tidak semua kesempatan itu bisa orang lain dapatkan.

Jadi mengapa kita harus merasa iri dengan Bahagia yang dimiliki orang lain. Saatnya kita bersyukur dengan tidak menghitung-hitung kebahagiaan orang lain yang sebenarnya semu, yang sebenarnya kita tidak pernah mengetahui konflik  didalamnya. Perasaan bahagia sejati ada di dalam diri kita, ada di dalam sikap kita, ada di dalam hati kita.
Menyikapi perbedaan yang ada antara kita dan orang lain adalah modal kita untuk menggapai bahagia itu sendiri bahagia sejati. Sebab kita tidak pernah tau apa dan bagaimana yang akan terjadi besok, lusa, bahkan hari ini, selama kita berusaha bekerja keras untuk mewujudkan impian dibekali iman yang kuat InsyaAllah bahagia itu akan selalu menjadi milik kita. 

Sesekali kita melihat kedalam diri kita apa yang kita miliki yang orang lain tidak punya, menghitung nikmat yang telah kita dapatkan yang orang lain belum tentu dapat, dengan begitu kita akan merasa selalu dekat dengan wujud bahagia, selalu merasa bersyukur bahwa hidup ini sebenarnya sudah adil, adil sesuai kemampuan kita. Maka tetaplah bersyukur. (Yukawira)

Tidak ada komentar:

Posting Komentar