Kamis, 22 November 2012

MEMBENTUK KARAKTER PADA ANAK (Bagian II)

MENGGALI POTENSI PADA ANAK

     Tidak jarang kita melihat anak-anak bertengkar dengan adik, dengan teman, bahkan mungkin melawan orang tua. Tentu saja tingkah laku seperti itu  bisa memancing emosi orang tua, sehingga orang tua menganggap perilaku anak "nakal" seperti itu layak mendapat "hukuman".
      Sebenarnya anak belajar memukul dari orang tua, orang tua sering kali tidak menyadari setiap anak melakukan kesalahan diselesaikannya dengan "pukulan",  sehingga anak pun akan melakukan hal yang sama ketika dia tidak menemukan jalan keluar saat berebut mainan atau berselisih faham dengan temannya, maka dia akan memukul sebagai jalan keluar. 
Sesekali memukul juga adalah sebagai bentuk protes anak terhadap orang tua, karena si anak merasa cemburu terhadap adiknya, atau kakaknya. 
Kesalahan orang tua yang paling mendasar adalah, selalu membanding-bandingkan anak yang satu dengan yang lain. Selalu menceritakan keburukan anak didepan anak itu sendiri kepada orang lain, sehingga anak mencari perhatian orang tua dengan cara berkelahi, memukul. Selalu memukul anak dalam setiap kesalahan yang anak lakukan justru membuat anak menjadi tidak percaya diri. 
      
      Pada pengertian yang berbeda, anak yang sering berkelahi justru menunjukkan bahwa dia sedang berinteraksi dengan teman-temannya. Anak yang cenderung sering berkelahi dalam menyelesaikan masalahnya, dilihat dari kekhawatiran orang tua, perilaku itu sangat memprihatinkan, tapi dari sudut pandang anak adalah bahwa dia sedang belajar tentang rasa percaya diri, setia kawan, mempertahankan harga diri, dan belajar menjadi seorang yang tangguh yang tidak cengeng dalam menghadapi masalah, belajar menjadi sahabat yang setia tanpa pamrih.

      Kesulitan terbanyak orang tua adalah tidak tahu bagaimana cara terbaik memberitahu anak bahwa perilaku tersebut tidak baik. 
Seringkali anak diberitahu dengan cukup berteriak dari dapur atau dari dalam kamar, bahkan mungkin sambil dengan nada tinggi, hingga tetangga sebelah pun bisa mendengar. Tidak adanya penjelasan tentang hal buruk yang dilakukan anak.
       Kenakalan anak seharusnya menjadi acuan untuk kita para orang tua agar bisa lebih mengenal, lebih dekat dengan anak dengan cara lebih sering berkomunikasi "sharing" tentang apa yang sebenarnya yang diinginkan anak, sesekali mendengar keluhan anak, menyempatkan waktu untuk sekedar bermain, mengajaknya bereksplorasi dengan hal-hal positif yang bisa memancing daya imajinasi anak. Sehingga energi positif pada anak bisa tersalurkan dengan baik.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar